Surabaya, target investigasi
Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi Jatim menggagas pendidikan
pranikah bagi para remaja. Hal itu
dilakukan untuk menekan angka kegagalan dalam pernikahan dan sekaligus untuk
mematangkan mental dalam mengarungi biduk rumah tangga.
“Pendidikan
pranikah ini sangat penting. Selain untuk mengurangi perceraian, juga untuk
menjadikan ketahanan keluarga," ujar Kepala BKKBN Jawa Timur Djuwartini
SKM MM,
Dia menuturkan,
pendidikan pranikah ini sama halnya yang dilakukan di luar negeri, salah satunya
Malaysia. Karena
itu, untuk mewujudkan gagasan tersebut, pihaknya akan
melakukan studi banding ke Negeri Jiran. Beberapa elemen yang bakal terlibat
dalam pendidikan pranikah ini telah dipersiapkan, di antara dengan kedokteran,
psikolog dan praktisi keagamaan.
Namun, BKKBN
masih kesulitan untuk mencari model pendidikan pranikah tersebut."Kita
masih cari model bagaimana pendidikan pranikah. Termasuk dengan melakukan
sejumlah penelitian," ungkapnya.
Jawa Timur
merupakan daerah yang banyak melangsungkan pernikahan di usia muda. Di Jatim, remaja putri yang telah
melangsungkan pernikahan banyak di usia 19 tahun. “Memang di usia tersebut
tidak melanggar Undang-Undang. Hanya saja, seorang remaja putri siap menikah
adalah usia 21 tahun. Pada usia itu alat reproduksinya sudah siap untuk
dibuahi. Itulah pentingnya pendidikan pranikah ini," jelasnya.
Menurutnya,
menikah adalah fase yang harus dilalui oleh setiap orang. Selain itu, menikah juga merupakan rangkaian
kehidupan untuk membina biduk rumah tangga sehingga setiap orang pasti
mempunyai cita-cita agar biduk rumah tangganya bahagia. Untuk menuju ke arah
itu, tentunya dibutuhkan pengetahuan hingga pendidikan sebelum pernikahan.
Lebih lanjut
dikatakan, salah satu rencananya akan menggandeng pondok pesantren dalam
memberikan pemahaman pendidikan pranikah. Sedangkan untuk menyentuh remaja di
pondok pesantren ini, pihak BKKBN Jatim menggandeng LKK Nahdlatul Ulama
(NU). Pada tahap awal, ponpes yang jadi
sasaran adalah Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang. Ke depan, kerjasama akan
dilakukan dengan banyak ponpes lain di Jatim.
Menurut
Djuwartini, saat ini jumlah remaja di Jatim mencapai 17 persen dari sekitar 38
juta penduduk. Dari jumlah itu, rata-rata usia menikah di Jatim baru 19,7
tahun. Pihaknya berharap, dengan program menyasar ponpes dan sejumlah program
lain, angka usia menikah bisa naik menjadi 21 tahun.
“Untuk itu penting adanya pemahaman pernikahan sejak
dini. Sebab, jika remaja yang usianya relatif muda memiliki jumlah cukup besar
itu nantinya akan menikah bersamaan, kemudian memiliki anak bareng maka
bisa-bisa terjadi baby boom (ledakan jumlah bayi). Maka dari itu, perlu adanya
penundaan pernikahan, dengan melakukan perencanaan yang cukup matang,"
imbaunya. * yit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar