BANYUWANGI - TARGET INVESTIGAS
Konflik
yang terjadi di Desa Ketapang Kec. Kalipuro Kab. Banyuwangi antara
Pemkab Banyuwangi dan Masyarakat Desa Ketapang yang tergabung dalam Tim
Penyelamat Aset Desa (TPAD) Ketapang adalah ibarat Semut melawan Gajah. Konflik terjadi sejak bulan Nopember tahun 2011. Dimana Warga Desa Ketapang telah menemukan bukti, bahwa tanah yang sekarang digunakan PT. ASDP/LCM seluas
± 2 ha adalah tanah kas desa Ketapang sesuai dengan peta
Krawangan tanah kas desa ketapang berdasarkan petok No. 17 persil 161 klas
D3 tahun 1956. Tanah tersebut telah dikuasai oleh
Pemkab Banyuwangi sejak tahun 1973 hingga sekarang. Yang memicu terjadinya konflik adalah telah diterbitkannya
Sertifikat
Nomor 46 tahun 2002 oleh BPN, ka
rena menurut Muhrawi mantan kepala dusun era 70an selaku saksi hidup mengatakan, bahwa
bupati pada saat itu Djoko Supa’at Slamet (Alm) adalah hanya meminjam
tanah/lahan tersebut untuk dipergunakan sebagai Sub Terminal, tidak pernah ada
jual beli atau tukar guling yang dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi dengan Pemerintah
Desa Ketapang pada saat itu, namun mengapa sertifikat tersebut bisa diterbitkan
oleh BPN, ungkapnya. Menurut Wawan selaku Kepala Dusun Desa Ketapang yang
sekarang, bahwa yang menjadi permasalahan terjadinya konflik antara Pemkab
Banyuwangi dengan Masyarakat Desa Ketapang adalah terkait penerbitan sertifikat
Nomor 46 tahun 2002 oleh BPN yang diduga cacat hukum karena tidak pernah melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selaku lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Desa.
Saat melakukan
hearing dengan DPRD, bertempat di ruang rapat khusus DPRD Banyuwangi yang
dipimpin oleh H. Joni Subagio bersama lintas fraksi dan komisi memberikan
solusi agar secepatnya membentuk sebuah Pansus dalam menangani penyelesaian persoalan tanah kas Desa Ketapang
tersebut, namun hingga saat ini setelah dikonfirmasi kepada ketua DPRD
Banyuwangi Hermanto, SE ternyata tidak ada tindak lanjut atau hasil dari hearing
yang telah dilakukan oleh masyarakat desa Ketapang yang tergabung dalam Tim Penyelamat
Aset Desa Ketapang. Wawan mengatakan bahwa dalam hasil Rapat Muspida yang
dilaksanakan pada Bulan Pebruari tahun 2012 lalu, Camat Kalipuro Nurhadi telah menyampaikan
usulan dari masyarakat desa ketapang yaitu : pertama, tukar guling dengan menambah tanah kas desa ketapang menjadi
seluas 5 ha, Kedua, Pengelolaan CSR
secara Mandiri dan Ketiga, melakukan
pengaspalan jalan Makadam yang ada di wilayah Desa Ketapang yang rencananya
akan dilaksanakan pada tahun 2012 ini, namun ternyata sampai saat ini tidak pernah
ada realisasi, sehingga TPAD Ketapang sepakat bersama tokoh masyarakat Desa
Ketapang akan melakukan class action/gugatan secara hukum kepada Pemkab
Banyuwangi, BPN dan Kepada PT. ASDP (Persero), siap mendaftarkan gugatan tersebut
ke PN pada tanggal 30 Oktober 2012 bersama tokoh masyarakat dan ketua RT/RW se
wilayah Desa Ketapang.
Ditemui terpisah, Buang Suharto selaku
Ketua Tim Penyelamat Aset Desa Ketapang mengatakan bahwa setelah ditemukan
bukti kerawangan berdasarkan petok no. 17 persil 161 klas
D3 tahun 1956, berbagai upaya sudah dilakukan oleh
TPAD termasuk melakukan hearing ke DPRD Banyuwangi hingga diundang pada
musyawarah di Kantor Sekda Banyuwangi, namun tidak pernah ada solusi yang
berarti hingga hampir satu tahun dan menurutnya DPRD maupun Pemkab Banyuwangi tidak
ada keseriusan dalam menangani penyelesaian permasalahan ini, sehingga TPAD
selaku mediator mengambil langkah hukum karena ini murni keinginan dari
masyarakat Desa Ketapang yang ingin memperjuangkan apa yang menjadi haknya. Apapun
hasilnya nanti TPAD Ketapang siap dengan
segala kemungkinan dan resiko yang akan dihadapi, Ujarnya menutup pembicaraan
dengan target investigasi.
Beberapa tokoh
masyarakat Desa Ketapang berpendapat bahwa untuk menyelesaikan konflik tersebut
sebenarnya mudah apabila Pemkab Banyuwangi bersedia melakukan sistem bagi hasil
untuk diaplikasikan dan dikembangkan lebih jauh agar konflik tidak
berkepanjangan sehingga dengan menerapkan
sistem bagi hasil antara Pemkab Banyuwangi dengan Pemerintah Desa Ketapang dan masyarakat
adalah merupakan solusi yang dapat
mengurangi terjadinya konflik, karena masyarakat atau Desa
Ketapang yang mempunyai hak atas tanah kas desa tersebut
selama ini tidak pernah memperoleh apa-apa dari
tanah kas desa yang diklaim milik Pemkab Banyuwangi tersebut. Secara filosofis jelas bahwa sebelum Tata Pemerintahan di atasnya
ada, Desa itu lebih dulu ada. Oleh karena itu sebaiknya Desa harus menjadi
landasan dan bagian dari tata pengaturan pemerintahan sesudahnya. Desa yang
memiliki tata pemerintahan yang lebih tua, seharusnya juga menjadi ujung tombak
dalam setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan. Kekayaan Desa dikelola oleh Pemerintah Desa dan
dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan masyarakat desa. Namun semua itu
tergantung dari kebijakan Pemerintah dalam menyikapi permasalahan ini,
mudah-mudahan Pemkab Banyuwangi dapat
memberikan solusi yang terbaik untuk rakyatnya, sehingga tidak menjadi konflik yang
berkepanjangan antara Masyarakat Desa Ketapang dan Pemkab Banyuwangi. [MT]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar