RUNGKUT TENGAH III NO. 35 A / TELP : 081999975040 - 085237770073

Senin, 12 November 2012

Konflik Tanah Kas Desa Ketapang Ibarat Semut Melawan Gajah


BANYUWANGI - TARGET INVESTIGAS
Konflik yang terjadi di Desa Ketapang Kec. Kalipuro Kab. Banyuwangi antara Pemkab Banyuwangi dan Masyarakat Desa Ketapang yang tergabung dalam Tim Penyelamat Aset Desa (TPAD) Ketapang adalah ibarat Semut melawan Gajah. Konflik terjadi sejak bulan Nopember tahun 2011. Dimana Warga Desa Ketapang telah menemukan bukti, bahwa tanah yang sekarang digunakan PT. ASDP/LCM seluas ± 2 ha adalah tanah kas desa Ketapang sesuai dengan peta Krawangan tanah kas desa ketapang berdasarkan petok No. 17 persil 161 klas D3 tahun 1956. Tanah tersebut telah dikuasai oleh Pemkab Banyuwangi sejak tahun 1973 hingga sekarang.  Yang memicu terjadinya konflik adalah telah diterbitkannya Sertifikat Nomor 46 tahun 2002 oleh BPN, ka
rena menurut  Muhrawi mantan kepala dusun era 70an selaku saksi hidup mengatakan, bahwa bupati pada saat itu Djoko Supa’at Slamet (Alm) adalah hanya meminjam tanah/lahan tersebut untuk dipergunakan sebagai Sub Terminal, tidak pernah ada jual beli atau tukar guling yang dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi dengan Pemerintah Desa Ketapang pada saat itu, namun mengapa sertifikat tersebut bisa diterbitkan oleh BPN, ungkapnya. Menurut Wawan selaku Kepala Dusun Desa Ketapang yang sekarang, bahwa yang menjadi permasalahan terjadinya konflik antara Pemkab Banyuwangi dengan Masyarakat Desa Ketapang adalah terkait penerbitan sertifikat Nomor 46 tahun 2002 oleh BPN yang diduga cacat hukum karena tidak pernah melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selaku lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Saat melakukan hearing dengan DPRD, bertempat di ruang rapat khusus DPRD Banyuwangi yang dipimpin oleh H. Joni Subagio bersama lintas fraksi dan komisi memberikan solusi agar secepatnya membentuk sebuah Pansus dalam menangani  penyelesaian persoalan tanah kas Desa Ketapang tersebut, namun hingga saat ini setelah dikonfirmasi kepada ketua DPRD Banyuwangi Hermanto, SE ternyata tidak ada tindak lanjut atau hasil dari hearing yang telah dilakukan oleh masyarakat desa Ketapang yang tergabung dalam Tim Penyelamat Aset Desa Ketapang. Wawan mengatakan bahwa dalam hasil Rapat Muspida yang dilaksanakan pada Bulan Pebruari tahun 2012 lalu, Camat Kalipuro Nurhadi telah menyampaikan usulan dari masyarakat desa ketapang yaitu : pertama, tukar guling dengan menambah tanah kas desa ketapang menjadi seluas 5 ha, Kedua, Pengelolaan CSR secara Mandiri dan Ketiga, melakukan pengaspalan jalan Makadam yang ada di wilayah Desa Ketapang yang rencananya akan dilaksanakan pada tahun 2012 ini, namun ternyata sampai saat ini tidak pernah ada realisasi, sehingga TPAD Ketapang sepakat bersama tokoh masyarakat Desa Ketapang akan melakukan class action/gugatan secara hukum kepada Pemkab Banyuwangi, BPN dan Kepada PT. ASDP (Persero), siap mendaftarkan gugatan tersebut ke PN pada tanggal 30 Oktober 2012 bersama tokoh masyarakat dan ketua RT/RW se wilayah Desa Ketapang.
Ditemui terpisah, Buang Suharto selaku Ketua Tim Penyelamat Aset Desa Ketapang mengatakan bahwa setelah ditemukan bukti kerawangan berdasarkan petok no. 17 persil 161 klas D3 tahun 1956, berbagai upaya sudah dilakukan oleh TPAD termasuk melakukan hearing ke DPRD Banyuwangi hingga diundang pada musyawarah di Kantor Sekda Banyuwangi, namun tidak pernah ada solusi yang berarti hingga hampir satu tahun dan menurutnya DPRD maupun Pemkab Banyuwangi tidak ada keseriusan dalam menangani penyelesaian permasalahan ini, sehingga TPAD selaku mediator mengambil langkah hukum karena ini murni keinginan dari masyarakat Desa Ketapang yang ingin memperjuangkan apa yang menjadi haknya. Apapun hasilnya nanti TPAD Ketapang  siap dengan segala kemungkinan dan resiko yang akan dihadapi, Ujarnya menutup pembicaraan dengan target investigasi.
Beberapa tokoh masyarakat Desa Ketapang berpendapat bahwa untuk menyelesaikan konflik tersebut sebenarnya mudah apabila Pemkab Banyuwangi bersedia melakukan sistem bagi hasil untuk diaplikasikan dan dikembangkan lebih jauh agar konflik tidak berkepanjangan sehingga dengan menerapkan sistem bagi hasil antara Pemkab Banyuwangi dengan Pemerintah Desa Ketapang dan masyarakat adalah merupakan solusi yang dapat mengurangi terjadinya konflik, karena masyarakat atau Desa Ketapang yang mempunyai hak atas tanah kas desa tersebut selama ini tidak pernah memperoleh apa-apa dari tanah kas desa yang diklaim milik Pemkab Banyuwangi tersebut. Secara filosofis jelas bahwa sebelum Tata Pemerintahan di atasnya ada, Desa itu lebih dulu ada. Oleh karena itu sebaiknya Desa harus menjadi landasan dan bagian dari tata pengaturan pemerintahan sesudahnya. Desa yang memiliki tata pemerintahan yang lebih tua, seharusnya juga menjadi ujung tombak dalam setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Kekayaan Desa dikelola oleh Pemerintah Desa dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat desa. Namun semua itu tergantung dari kebijakan Pemerintah dalam menyikapi permasalahan ini, mudah-mudahan  Pemkab Banyuwangi dapat memberikan solusi yang terbaik untuk rakyatnya, sehingga tidak menjadi konflik yang berkepanjangan antara Masyarakat Desa Ketapang dan Pemkab Banyuwangi. [MT]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar